Senin, 20 Desember 2010

~:: Mr. Right ::~


Oke, this is my new short story… happy reading :D

~:: Mr. Right ::~

“Via, lo kenapa ngga sekolah? Padahal tadi kan ulangan fisika, apa lo sakit?” Tanya Shilla sahabatku saat meneleponku.
“ngga ko Shill, gue baik-baik aja” kataku.
“terus kenapa ngga sekolah?” Tanya Shilla lagi.
“gue baru pulang tadi subuh soalnya” ucapku menjawab pertanyaan Shilla barusan.
“whaaaattt?? Baru pulang subuh? Emang lo habis ngapain aja Vi, sampe pulang subuh gitu?” Tanya Shilla tak percaya. Aku menghela nafas panjang.
“jadi gini Shill…..” aku menceritakan semuanya pada Shilla.

FLASHBACK ON
“Halo Via sayang, lagi ngapain?” Tanya seseorang di seberang sana.
“aku lagi bengong aja nih” balasku.
“ohya, nanti malem ke club yu?” ajaknya.
“hem? Mm.. ke club lagi? Kayaknya aku ngga bisa deh Kka, aku mau belajar.. besok aku exam soalnya” tolakku.
“ayolah sayang bentaran aja kok, paling kita pulang jam 10.. mau ya? Mauu… plisss” harapnya. Aku berpikir sejenak.
“okelah, tapi janji ya.. ngga lama” tanyaku memastikan.
“iya.. janji kok.. nanti jam 7 malem aku jemput kamu ya.. bye sayang sampai ketemu nanti malam” ucapnya.
“bye,,,” telepon terputus.

-Jam 7 malam-
Tiin,,, tiin… aku mendengar suara klakson mobil didepan rumahku, tidak salah lagi, itu pasti Cakka, kekasihku. Aku turun menyusuri tiap-tiap anak tangga yang berada di rumahku untuk mencapai lantai dasar.  Ku buka pintu rumah ku, ku temui sosok Cakka disana, dia tersenyum padaku.
“are you ready?” tanyanya. Aku mengangguk. Sesampainya di Club, aku dan Cakka berbincang-bincang hangat, sampai ada seseorang wanita datang kepada kami. Rupanya dia adalah teman wanita Cakka, Cakka hanyut dalam tawa canda dengan gadis itu, dia lupa akan keberadaanku disini.
“Kka, pulang yuuk, udah jam 10 malem nih” ajakku pada Cakka. Cakka menepis tanganku yang pada saat itu sedang memegang pundak kirinya.
“nanti lah sayang sebentar lagi” ujarnya. Baiklah.. Cakka bilang sebentar lagi, aku menurut saja.
“sudah jam 12 malam rupanya” gumamku pelan.
“Kka, ayo pulang, udah jam 12 malem, kata kamu sebentar lagi, ini udah lebih dua jam looh” ajakku lagi pada Cakka. Tapi lagi-lagi dia menolak, bahkan saat ini ternyata dia berada di bawah pengaruh alkohol. Itu terlihat dari kedua pipinya yang kini sudah mulai memerah dan bicaranya yang sedikit ngelantur. Aku ingin sekali pulang ke rumah, tapi, aku ngga mungkin ninggalin Cakka sendirian disini, lagian aku ngga bisa nyetir mobil, gimana bisa aku bawa Cakka pulang? Kenapa aku mau aja diajak pergi ke club sama Cakka, apalagi besok aku ulangan fisika, mana belum belajar lagi., rutukku dalam hati. aku memutuskan untuk tetap di Club, sambil menunggu Cakka sadar dan telepas dari pengaruh alkoholnya… aku pun tertidur.
“apa? udah jam setengah 5 pagi?” pekikku pelan.
“Sayang.. ayolah bangun, udah pagi…” ucapku pada Cakka sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.
“hemmm…” gumamnya pelan.
“bangun.. ayo bangun.. udah subuh..” ucapku lagi. Akhirnya Cakka bangun, sepertinya dia masih berada dibawah pengaruh alkohol, matanya masih merah.. mungkin dia pusing.
“udah ngga pusing kan?” tanyaku pada Cakka. Cakka mengangguk pelan.
“bisa kan nyetir mobilnya?” tanyaku lagi. lagi-lagi di jawab sebuah anggukan oleh Cakka. Akhinya tepat jam 5 pagi aku sampai rumah. Aku cepat-cepat masuk ke kamar sebelum kedua orang tuaku tahu, jika aku baru pulang ke rumah pagi-pagi. Aku lelah, langsung ku jatuhkan tubuhku diatas kasur empukku. Saat Mbok Yem, pembantuku membangunkan aku untuk sekolah, aku beralasan sakit. Sehingga hari ini aku hanya dirumah saja.
FLASHBACK OFF

“terus, lo ngga di apa-apain kan sama Cakka?” Tanya Shilla masih meneleponku.
“Cakka ngga ngapa-ngapain gue kok Shill, tenang aja” jawabku.
“hm… gue sama Alvin kerumah lo ya..” ucap Shilla.
“iya deh..” balasku. Telepon antara aku dan Shilla terputus.

***

“bi, ada Vianya?” kudengar ada suara laki-laki dibawah. Mungkin itu Alvin.
“ada den, dikamarnya.. katanya non Via tadi sakit, jadi ngga sekolah” jawab Mbok Yem.
Tiba-tiba ada suara ketukan dari luar kamarku.
“Vi, kita boleh masuk kan?” ucap seseorang perempuan yang aku yakin adalah Shilla.
“iya masuk aja” jawabku.
“Vi, lo beneran sakit?” Tanya Alvin padaku. Aku menggeleng.
“looh, tadi kata Mbok Yem.. lo sakit” tanyanya lagi.
“gue ngga sakit ko Vin, jadi semalem tuh….” Aku menceritakan pada Alvin tentang kejadian semalam, rupanya Shilla belum menceritakan hal tersebut pada Alvin.
“apa? Cakka lagi? Ngapain sih lo masih pertahanin dia? Coba lo pikir, apa untungnya lo pacaran sama dia? Cuma kerugian yang elo dapet dari dia” kata Alvin menasehatiku. aku menunduk. Shilla hanya diam saja, sepertinya dia tidak berani berkomentar apa-apa jika Alvin sudah marah.
“tapi, Vin… gue sayang sama Cakka.. gue ngga bisa lepasin dia” ucapku.
“lo sayang sama dia? Denger ya Vi, Cakka tuh bisanya cuma ngancurin hidup elo aja Vi, lo liat semua nilai-nilai lo akhir akhir ini, ancur semua tau, sekolah lo terabaikan, itu semua karena Cakka kan? Cakka yang bikin lo jadi ngga pernah belajar, bikin lo nelantarin sekolah lo, dan biarin lo hidup dalam dunia hitam.. bareng dia” marah Alvin padaku. Aku menangis.
“gue harap, lo bisa tau.. mana yang baik dan mana yang buruk buat lo.. gue sebagai sahabat lo, cuma pengen lo dapetin yang terbaik” ucap Alvin. Lalu dengan begitu saja, dia pergi dari kamarku, meninggalkan aku dan Shilla. Mungkin Alvin marah padaku.
“udah Vi, jangan nangis lagi yaa..” ucap Shilla menenangkanku.
“tapi bener juga Vi kata Alvin, Cakka ngga baik buat lo, dia cuma bawa pengaruh buruk buat lo” kata Shilla yang sependapat dengan Alvin. Aku menatap Shilla.
“tapi Shill, gue sayang sama Cakka, sayang banget Shill, gue ngga bisa lepasin dia gitu aja” balasku.
“apa sebegitu besarnya sayang lo sama Cakka sampe-sampe lo lupain seberapa berharganya diri lo sendiri?” Shilla menasehatiku. benar juga kata Shilla, sayangku pada Cakka telah membuatku buta terhadap kepedulianku pada diri sendiri.
“lo bener Shill, gue emang harus milih.. Cakka atau hidup gue” ucapku. Shilla lalu tersenyum.
“oke Vi, gue tau.. lo pasti bakalan milih yang terbaik buat hidup lo, gue tunggu berita lo selanjutnya” ucap Shilla sambil menepuk pundakku lalu pergi.
“thanks Shilla, thanks Alvin” gumamku.

***

Hari ini hari sabtu, aku libur sekolah, sebab sekolahku hanya aktif dari hari senin hingga jumat, sedangkan hari sabtu dan minggu aku libur.. aku memutuskan untuk hangout bersama Shilla siang nanti. Dddrrrrtttt.. handphoneku bergetar, 1 new message from Cakka My Prince. Ku buka sms dari Cakka. ‘nanti malem, aku mau balap, kamu dateng ya’ ya.. itulah isi dari pesan singkat yang Cakka kirimkan padaku, dia menginginkan aku untuk turut menontonnya nanti malam, saat dia balapan. Cakka, sebenarnya dia memang lelaki yang baik, tapi sayangnya, dia salah dalam bergaul, dan itu menyebabkan berubahnya tingkah laku Cakka, dia jadi sering ke club, mabuk-mabukan, balapan liar, bahkan dulu.. Cakka hampir saja mau memakai obat-obatan terlarang.. uh.. Cakka.. Cakka.. dddrrrttt,, handphoneku bergetar lagi. Tapi, kali ini bukan Cakka yang mengsmsku, melaikan Shilla, dia berkata bahwa sebentar lagi, dia akan tiba dirumahku untuk pergi hangout bersamaku. Setelah berjam-jam aku dan Shilla kesana-kemari, kami lelah juga, kami memutuskan untuk mampir sebentar ke café dekat sini. Aku dan Shilla duduk di meja nomer 9, dimana aku dapat melihat keseluruhan isi café ini ketika aku duduk dimeja ini.
“waiter…” ucap Shilla seraya memanggil seorang pelayan. Shilla menyebutkan apa saja yang akan dia pesan kepada pelayan tersebut.
“lo Vi, mau mesen apa?” Tanya Shilla padaku. Tapi aku tetap tidak bergeming, aku lebih tertarik dengan pemandangan di ujung café sana. Aku melihat Cakka.. dia, sedang berpelukan dengan gadis lain, ya.. gadis lain, dan pastinya itu bukan aku. Tiba-tiba saja air mataku jatuh membasahi pipiku. Gadis itu adalah, gadis yang kemarin mengobrol bersama Cakka di club.
“lo kenapa Vi?” Tanya Shilla saat dia melihatku menangis. Shilla lalu memalingkan pandangannya kearah Cakka.
“Vi, itu Cakka kan? Kok diaa….” Shilla tidak melanjutkan ucapannya. Aku semakin banyak mengeluarkan air mata.
“Mba, jadi mau pesen apa lagi?” Tanya pelayan itu pada Shilla yang sepertinya sudah malas menunggu terlalu lama dimejaku.
“udah itu aja…” jawab Shilla. Lalu pelayan itu pergi. Shilla kembali menatapku.
“sabar yaa Vi, Cakka ngga pantes lo tangisin.. dia bukan yang tebaik buat lo” ujar Shilla sambil menghapus air mata yang sempat menganak dikedua pipiku.
“apa kita pergi aja? yuk” ajak Shilla. Aku menggeleng.
“ngga usah Shill, lagian kan elo udah mesen makanan juga..” jawabku disela-sela tangis.
“tapi… apa lo ngga apa-apa Vi?” Tanya Shilla ragu.
“gue ngga apa-apa ko Shill” ucapku sambil tersenyum. Saat pesanan Shilla udah datang, dia lalu memakannya.
“lo ngga makan Vi?” tanyanya.
“ngga ah Shill, gue kenyang” jawabku.
“are you oke?” Tanya Shilla lagi.
“im oke Shill..” balasku.
“hm,,, oke, gue makan ya” ucap Shilla, aku mengangguk. Selama Shilla makan, aku hanya memandang kearah Cakka, yang memang sepertinya sedang bahagia, dengan lembutnya dia tertawa terkadang Cakka pun mengusap pipi gadis itu dengan kasih sayang. Sungguh, begitu sakit hatiku… tak menyangka bahwa Cakka akan berbuat seperti itu padaku. Tapi, mungin saja gadis itu hanya teman Cakka.
Sesampainya dirumah, aku langsung mengsms Cakka, untuk menyatakan tentang tidak akan hadirnya aku malam ini untuk menontonnya balapan. Berjam-jam tidak ada balasan dari Cakka, aku pun tertidur. Ddddrrrttt.. handphoneku bergetar, pasti Cakka. Dan benar saja, Cakka membalas sms ku tadi, dia bilang.. tak apa-apa jika aku memang tidak bisa datang malam ini. Aneh, ngga seperti biasanya dia gitu… biasanya dia maksa-maksa supaya aku ikut, tapi ini? Memaksa pun tidak. Aku lalu mengsms Alvin.
For : Alvin
Vin, mau ngga nanti malem kamu temenin aku?
From : Alvin
Mau kemana Vi malem-malem?
For : Alvin
Udah, nanti juga kamu tau.. yang penting kamu mau ngga dulu nemenin aku?
From : Alvin
Okelah.. aku mau, jam berapa aku jemput kamu?
For : Alvin
Hm,,, jam 8 deh..
From : Alvin
Sip, jam 8 aku udah sampe dirumah kamu.
Aku menyudahi acara smsan ku dengan Alvin, sebenarnya aku mengajak Alvin untuk menemani aku memata-matai Cakka nanti malam.

***

:: di Tempat Balapan ::

“hah? Ngapain Vi kesini? Gue kira lo bakalan ngajak gue kemana gitu, eh ini malah ke tempat balap motor liar gini” cerocos Alvin pada saat kami sampai ke tempat balapan.
“udah diem ah.. jangan bawel” ucapku sebel.
“iyaaa.. tapi mau ngapain sih kesini? Lo pengen liat balapan? Kalo lo mau, gue bisa kok bayarin lo nonton balap motor di luar negeri, tapi jangan di tempat kayak gini, bahaya tau.. apa jangan-jangan.. lo mau nyuruh gue ikutan balap motor ini ya Vi? Sumpah ya, mau lo sujud-sujud di depan gue juga.. gue tetep ogah Vi…” bacot Alvin.
“Alviiiiin… stop deh, diem bisa kan? Jadi cowo kok bawel amat! Aku ngajak kamu kesini bukan buat nonton ni balapan, apalagi sampe nyuruh lo ikutan balapan liar gini…” belum sempat aku menyelesaikan kalimat-kalimatku, Alvin memotong pembicaraanku.
“trus mau apa coba lo ajak gue kesini?” Potong Alvin.
“yeee… makanya dengerin dulu kalo gue ngomong, jangan motong pembicaraan orang aja kerjaannya, gue ajak lo kesini tuh.. buat mata-matain Cakka” ucapku memberi penjelasan.
“Cakka? Oh…” balas Alvin singkat.
“yaudah yuuk.. kita cari Cakka” ujarku pada Alvin, Alvin hanya menurut saja jika aku tarik dia kesana-kemari.
“tuh dia Cakka….” Ucapku seraya menunjuk sosok Cakka.
“ayoo kita samperin…” ajak Alvin. Aku langsung menoyor kepalanya.
“Alvin.. plis deh, kalo mau bego, jangan bego-bego amat bisa kali. Kita tuh mau mata-matain Cakka, terus.. kalo lo mau kita nyamperin Cakka, itu bukan mata-matain namanya” ujarku.
“eh… iya.. ya.. hehhee” ujar Alvin disertai tampang tanpa dosanya -____-̎
“terus sekarang kita ngapain Vi?” Tanya Alvin lagi.
“hm.. ngapain yah..” ucapku sambil mikir.
“yeeee.. gue nanya, lo malah balik nanya” Alvin menoyorku. Aku cemberut.
“ya sabar Vin.. aku kan lagi mikir juga” jawabku.
“ooh.. lagi mikir toh, gue kira orang kayak lo ngga pernah mikir Vi” ejek Alvin.
“eh, enak aja ya lo ngomong, minta maaf ga sama gue!!!” ucapku sedikit marah.
“iye… iye, gue minta maap yaa Via,,” ujar Alvin.
“kurang tulus!!!!” bentakku.
“aku Alvin Jonathan sebagai tersangka yang telah menyakiti hatimu, ingin meminta maaf atas semua kesalahanku padamu Sivia Azizah yang cantik.. hueekk.. hueekk” ucap Alvin lebay.
“apaan tuh huekk.. huekk? Lo jijik sama gue?” kataku.
“mana? Huek.. huek? Lo salah denger kali” jawab Alvin.
“yaudah lah.. ngga penting, kita balik ketujuan awal, yaitu memata-matain Cakka..” ucapku.
“eh, mana Cakkanya? Ilang tuh… elo sih bawel Vi…” Alvin nyongot.
“idiih,, ngga salah tuh, kan yang bawel elo Vin, ini malah nyalahin gue, STOP!! kalo kita berantem terus ngga akan pernah ada habisnya, sekarang kita cari Cakka” ujarku sambil menarik tangan Alvin.
“eeh.. ehh.. Vi, bentar-bentar, ituu… itu Cakka kan?” ucap Alvin sambil menunjuk seorang laki-laki.
“mana.. mana??” tanyaku.
“itu tuuh… ituu..” Alvin memegang kepalaku dan mengarahkannya pada Cakka. Aku berhasil menemukan sosok Cakka. Tapi…. Saat itu, Cakka sedang berdiri bersama seorang wanita, wanita yang sama yang aku lihat waktu di club dan di café itu, dan dengan entengnya Cakka mengecup pipi wanita itu.. jahat….
“Cakka………… lo tega,,,” ucapku kecewa. Aku pun menangis. Alvin lalu menarikku kedalam dekapannya. Hangat, bahkan lebih hangat dari dekapan Cakka yang dulu selalu dia berikan padaku. Huushh, mikir apaan sih lo Vi, Alvin tuh sahabat lo…
“Alviin…, Cakka… jahat banget sama gue… hiks.. hiks” ucapku sambil menangis masih dalam pelukan Alvin.
“Cakka, dia emang ngga pantes buat lo Vi, bener-bener ngga pantes.. biar gue kasih pelajaran dia” Alvin melepaskan pelukannya. Lalu dia berjalan menuju sosok Cakka dan… BBUUGGHH… Cakka terjatuh.
“apaan sih lo Vin, maen pukul-pukul gue gitu” ucap Cakka marah.
“lo masih tanya kenapa? Lo tuh udah tega banget sama sahabat gue… lo campain dia, setelah lo bawa dia ke dalem dunia lo yang hitam ini” jawab Alvin.
“apaan? Gue ngga ngerti maksud lo” ucap Cakka lagi.
“bodoh… lo emang cowo bodoh, lo ngga sepantesnya dapetin Sivia. Mulai detik ini juga, lo sama Via ngga ada hubungan lagi. Kalian cukup sampai disini… bajingan lo” marah Alvin lalu meninggalkan Cakka begitu saja. Aku hanya diam dan menangis. sumpah ngga nyangka Cakka tega banget sama aku, aku pikir wanita yang tadi siang bersama Cakka adalah temannya. Tapi, keyataannya tidak seperti itu, ternyata Cakka memang telah menduakan aku. Sungguh menyesal pernah berkorban demi Cakka. Aku merutuki diriku sendiri. Alvin datang menghampiriku.
“ayo Vi, kita pulang… disini bukan tempat yang cocok untuk kita” ajak Alvin. Aku hanya menurut saja. Diperjalanan sampai tiba dirumahku, aku tetap saja menangis, benar-benar… Cakka itu……
“udah Vi, lo masuk rumah.. terus tidur, hapus air mata lo ini… cowo kayak Cakka ngga pantes lo tangisin.. air mata lo terlalu berharga buat dia.. gue pulang dulu ya” ucap Alvin sambil mengelus kepalaku. Aku menganguk. Sesuai kata Alvin, sesampainya aku dikamar, aku lalu tidur dan mencoba untuk tidak memikirkan kejadian tadi.

***

Paginya…
“selamat pagi dunia…” ujarku memberi salam pada dunia. Aku aktifkan handphone ku yang sejak kemarin malam memang aku nonaktifkan. Handphone ku terus bergetar, aku lihat ada 26 new message dari Cakka. Aku malas menanggapinya, palingan dia mau minta maaf dan meminta aku untuk kembali lagi padanya. Tunggu, Apa yang barusan aku ucapkan? Kembali padanya? Aku bahkan belum sempat mengucapkan kata putus pada Cakka. Tapi semalam, bukankah Alvin telah memarahi Cakka dan meminta agar hubungannya dengan ku segera berakhir. Aku detele semua pesan dari Cakka tanpa aku baca terlebih dahulu. Aku beranjak bangun dari kasurku untuk mandi. Tiba-tiba saja handphone ku berdering. Ada telepon rupanya. Cakka? Untuk apa dia meneleponku. Aku menimbang-nimbang, angkat aja deh.
“halo” ucap Cakka dari seberang sana.
“ya…” jawabku malas.
“Vi… maaf ya soal semalem, aku bener-bener nyesel.. kamu mau kan maafin aku?” harap Cakka. Aku menghela nafas panjang.
“hm,, okelah, aku mau maafin kamu…” ujarku.
“makasih sayang.. aku sayang banget sama kamu, ohya.. ucapan Alvin semalem tentang hubungan kita ngga serius kan?” Tanya Cakka lagi.
“itu serius Kka…” jawabku singkat.
“apa? Tapi kamu kan… udah maafin aku Vi…” ucapnya lagi.
“iya, aku emang udah maafin kamu, tapi, kamu juga perlu tau.. memaafkan bukan berarti kembali.. jadi.. kita putus ya, makasih buat semuanya” ujarku.
“tapi… Vi… tuut.. tuuut” aku putuskan sambungan telepon antara aku dan Cakka yang mana pada saat itu juga adalah akhir dari hubunganku dengan Cakka. Aku kembali beranjak dari tempat tidurku. Tapi, lagi-lagi handphoneku berbunyi, aku angkat telepon itu tanpa melihat nama yang tertera pada layar handphoneku terlebih dahulu. Karena ku kira itu pasti Cakka.
“ada apaan nelpon lagi? tadi kan aku udah bilang kita putus, masih kurang jelas?” ucapku nyolot.
“eiits… apa-apaan nih? Kapan juga kita jadian?… lo udah maen mau mutusin gue aja” ucap seseorang dari ujung sana. Aku jauhkan handphoneku dari telingaku. Kulihat nama penelepon yang tertera di layar handphoneku.
‘ha? Alvin? Aduh mampus.. malu gue’ ucapku dalam hati.
“eehh.. Vin, sorry, gue kira lo Cakka, sekali lagi sorry ya,,” ucapku.
“iya, ngga apa-apa kok Vi, nyantai aja kali sama gue mah. Btw, lo beneran udah putus sama Cakka?” Tanya Alvin hati-hati.
“iya Vin, gue putus sama Cakka” ujarku.
“sorry ya Vi, lo pasti sedih ya? Maaf ya… semalem gue emosi banget soalnya” ujar Alvin menyesal.
“bukan karna lo kok Vin, lagian juga.. lo sama Shilla bener, kalo Cakka ngga baik buat gue, jadi. Gue putusin buat akhirin hubungan gue sama dia” kataku pada Alvin.
“bagus deh kalo lo udah sadar Vi” ujar Alvin.
“ohya, tadi mau apa Vin nelpon gue?” tanyaku pada Alvin.
“eh iya, gue lupa… gue mau ajak lo pergi nanti sore, lo mau ngga?” Tanya Alvin.
“kemana Vin?” tanyaku lagi.
“ada deh… mau kan?”
“iya deh.. aku mau.. ” jawabku.
“siip.. jam setengah 5 aku kerumah kamu, dandan yang cantik ya Via…” ujar Alvin sambil mengakhiri obrolan kami di telepon minggu pagi ini. Entah kenapa, aku senang sekali.. aku menerka-nerka, Alvin bakalan ngajak aku kemana ya? Ngga sabar nih nunggu sore. Haha..
Aku beranjak mandi, yang sedari tadi sebenarnya ingin sekali aku lakukan, tapi selalu saja banyak hambatannya --___--̎

***

“kita sebenernya mau kemana sih Vin?” Tanyaku pada Alvin saat kami berdua berada di dalam mobil Alvin.
“udah… diem aja, nanti juga kamu tau” jawab Alvin cuek. Aku hanya diam dan menurut saja. Didalam mobil Alvin mengalun sebuah lagu…
my girlfriend's got a boyfriend, funny
he doesn't make a dime all day
and all her girlfriends' boyfriends make money
what more can i say?
it's true
he never made it through a day of school
the only thing he studied was you
he knows your body better than you do

maybe i'm your mr.right
baby, maybe i'm the one you like
maybe i'm a shot in the dark
and you're the morning light
whoa
maybe this is sad but true
baby, maybe you've got nothing to lose
you could be the best of me
when i'm the worst for you

my girlfriend's got a boyfriend, running
to catch the bus to meet
to meet up with the boyfriend's girlfriend
who's stunning
shes such a sight to see
it's true
the moment he laid eyes on you he knew the only wish he wanted came true
he knows he's lucky that he met someone like you
(A Rocket To The Moon – Mr. Right)

Beberapa kali Alvin ikut bersenandung mengikuti lagu itu, baru aku tau betapa merdunya suara Alvin, padahal sudah bertahun-tahun aku bersahabat dengannya. Payah sekali aku ini…
“oke.. kita sampai…” ujar Alvin memecah lamunanku.
“ngapain kita ke dufan Vin?” tanyaku.
“ayo ikut aku….” Alvin menggenggam lenganku, lalu menariknya.
“ngapain disini? Kita mau naik bianglala?” tanyaku bingung.
“iyalah… yuk” ajak Alvin.
“berdua aja Vin?” tanyaku ragu.
“ya iya donk… untuk malem ini dufan udah aku booking, jadi tenang aja..” jawab Alvin. Kami berdua menaiki bianglala itu. Entah kenapa, rasanya bianglala ini berputar begitu lambat, lambat sekali.
“Vin, kok lelet banget ya muternya?” tanyaku pada Alvin. Alvin hanya mengedikkan bahunya yang menandakan, dia tidak tahu. Ya sudahlah.. siapa perduli. Alvin mulai bersuara.
“eh Vi, beneran deh aku minta maaf tentang putusnya kamu sama Cakka, aku tau kamu pasti terpukul banget kan?” ujar Alvin kembali meminta maaf.
“yaudah lah Vin, ngga apa-apa kok… aku udah sadar kalo Cakka emang bukan yang terbaik buat aku” ujarku pada Alvin.
“thanks ya Vi,,” ucap Alvin. Aku tersenyum.
“mmm.. Via,,” ujar Alvin sambil memegang kedua tanganku. Deg… berenti? Kenapa tiba-tiba bianglalanya berenti tepat pada saat aku dan Alvin berada pada puncaknya. Oke, aku tidak terlalu memperdulikan itu, aku kembali focus pada Alvin.
“ya.. kenapa Vin?” tanyaku pada Alvin.
“maaf ya sebelumnya Vi, mungkin aku lancang udah ngomong ini sama kamu… mungkin juga saat ini emang bukan saat yang tepat untuk aku utarain semuanya.. mungkin juga….”
“Vin… jangan belibet deh.. to the point aja” ujarku memotong pembicaraan Alvin.
“hm.. oke… Via, aku tau.. aku ngga jauh lebih baik dari Cakka, tapi, aku yakin aku bisa bikin hari-hari kamu lebih baik dari sebelumnya” ujar Alvin.
“oke.. terus?” kataku.
“aku disini.. mau bilang kalo aku sayang banget sama kamu Vi, aku janji.. aku bakalan bikin malam hari yang gelap, menjadi terang bertabur bintang, bikin pagi yang lengang.. menjadi cerah bersinar matahari.. pokoknya aku bakalan ngasih yang terbaik buat kamu Vi, aku juga yakin… mungkin aku lah Mr Right yang tuhan kirim buat ngejagain dan bikin kamu bahagia, apa kamu mau jadi pacar aku Sivia Azizah?” ujar Alvin, yang bener-bener bikin aku speechless.
“kalo pun emang kamu ngga bisa ngasih jawabannya sekarang, ngga apa-apa kok, aku ngerti.. luka kamu karena Cakka belum sembuh…” ujar Alvin lagi.
“Alvin… yakin kamu bener sayang sama aku?” tanyaku pada Alvin.
“yakin… aku bener-bener yakin” ujar Alvin mantap.
“kamu yakin mau jadiin aku pacar kamu?” tanyaku lagi.
“yes, im sure Via” jawab Alvin. Aku berpikir keras, mungkinkah aku dan Alvin berpacaran? Kalo gitu, gimana sama persahabatan kita. Aku, Alvin dan Shilla. Aku takutnya Shilla kecewa karena aku telah menghianati tali persahabatan kita.
“Alvin.. apa kamu ngga takut persahabatan kita nantinya bakal rusak kalo kita pacaran, aku takut Shilla marah sama aku” ujarku.
“tenang aja Vi,, persahabatan kita ngga akan rusak kok, tentang Shilla.. tuh liat” Alvin menunjuk seseorang di bawah sana, itu Shilla.
“TENANG AJA VI, GUE DUKUNG KOK.. LO SAMA ALVIN” teriak Shilla dari bawah.
“so?” Tanya Alvin sambil tersenyum.
“aku… aku mau jadi pacar kamu Vin” jawabku. Alvin langsung dengan cepat memelukku.
“thanks Via, lo emang bidadari gue, cuma lo yang mampu bikin hidup gue lebih berharga” ucap Alvin sedikit berlebihan.
“aku janji Vi, bakalan menuhin semua janji-janji aku ke kamu” janji Alvin. Alvin melepaskan pelukannya dariku.
“janji?” ujarku sambil mengangkat jari kelingkingku.
“janji” ucap Alvin sambil mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingkingku.



TAMAT


Oke, ini couplenya Alvia, dan lagi-lagi happy ending.
Ceritanya juga ngga jelas, itu semua karna ini emang ngga jelas (loh?)
Gimana komentarnya? Kritik sama sarannya ditunggu ya… :D
Keep coment,,

Seperti biasa promote : Follow me on twitter @JeaneMagami
Just mention, and I will follow back you :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar